Pelukan, Bahasa Kasih Bunda


Langit siang ini tampak mendung. Bunda bergegas mengangkat jemuran.
"Dek bunda angkat jemuran dulu ya" pamit saya pada Firaz yang sedang asik menggoyang ngoyangkan kedua tangannya.

Melihat Firaz yang masih anteng saya lanjut melipat baju. Semenjak tidak ada teteh yang membantu di rmh. Saya jarang menyetrika. Ternyata itu cukup meringankan. Hemat waktu, hemat tenaga, tentunya hemat listrik juga. Hanya pakaian kerja dan pakaian pakaian penting saja yang disetrika. Sedangkan pakaian sehari hari  tidak.

Kalau setelah diangkat pakaian langsung dilipat tidak akan kusut . Apalagi saat menjemurnya pun dikibaskan dahulu jadi lipatan lipatan saat mengeringkan pakaian jadi mulus.

Mungkin karena terlalu lama menunggu. Dek Firaz 'ngak nguk nggak nguk'

"Bentar sayang, sedikit lagi" tanggung pikir saya

'ngak nguk' tambah kenceng

"Sebentar ya dek, dikit lagi" kata saya sambil ngajak ngobrol dari ruang tengah. Harapannya supaya merasa tetap ada temennya.

Tapi karena ada suara tapi nggak ada wujud kali yaπŸ˜…πŸ˜…
Akhirnya Firaz menangis.

Bergegas bunda mendekati, di puk puk masih nangis, disodorin ASI tetap nangis. Jengkel kelamaan nunggu rupanya

Akhirnya bunda angkat, bunda peluk ditempelkan di dada.

"Dek Firaz nunggu lama ya, maafin bunda ya nak" bunda sambil mengelus elus punggung Firaz.

Tak perlu waktu lama Firazpun diam, nyaman diperlukan bundaπŸ‘ΆπŸ‘ΆπŸ˜˜πŸ˜˜


#hari11
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayIIP

Posting Komentar