BBM Ramah Lingkungan untuk Dukung Program Langit Biru

“Apa nggak sayang, Pak. Nggak diisi premium aja?” tanyaku pada bapak saat ngisi BBM di SPBU Sarolangun. Saat itu kami sedang dalam perjalanan pulang dari Jambi menengok saudara.

“Justru sayang mobilnya kalau diisi premium. Mobil keluarga kita ya pas diisi pertamax,”.

Bukan bapak yang menjawab. Tapi kakakku. Sekaligus yang megang setir dalam perjalanan ini.

Bapak mengiyakan jawaban kakak.

“Beda di mesin. Dari laju dan suaranya lebih halus kalau pakai pertamax” bapak mengimbuhi.

Saat itu tahun 2018. Bapak dan kakak serta aku belum tahu apa itu Langit Biru. Bahkan sekarang pun mungkin belum tahu. Tapi, tidak tahu program Langit Biru bukan berarti tidak tahu cara menjaga mesin dan lingkungan to?

Aku sendiri pun baru tahu apa itu Langit Biru di webinar yang diadakan KBR dan YLKI. Lha, ternyata program Langit Biru ini sudah lama ada. Bahkan sudah seperempat abad alias 25 tahun. Duh, kemana aja ya kita. Eh, kita? Maksudku kamu yang belum tahu apa itu Langit Biru juga sih. Hehe…

Program Langit Biru diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada 6 Agustus 1996. Tujuannya untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara. Saat ini sudah 25 tahun usia program Langit Biru.

Webinar Penggunaan BBM Ramah Lingkungan Guna Mewujudkan Program Langit Biru pada 25 Maret 2021 mengupas banyak hal yang menjadi semangat kita untuk mewujudkan bumi yang sehat.

 


Dalam kepatuhan penggunaan BBM, masyarakat tergantung pemerintah. Kalau dari pemerintah sudah ada kebijakan meniadakan premium, maka masyarakatpun mau tidak mau beralih ke BBM yang lebih ramah lingkungan.

Premium dianggap masih memiliki banyak gas emisi karena premium memiliki angkat oktan (RON) 88. Saat ini BBM yang dianjurkan adalah pertalite (RON 90), pertamax (RON 92) dan pertamax turbo (RON 95).

Mengapa masyarakat menggunakan premium? Tidak lain karena faktor harga. Ya, premium merupakan BBM dengan harga paling rendah disbanding 3 jenis lainnya. Ditempatku premium eceran Rp. 8500, pertalite Rp. 9.000 dan pertamax Rp. 10.000. ini harga dieceran atau pertamini lho ya.


Kita tidak boleh menyalahkan masyarakat begitu saja. Pahami juga daya beli mereka. Jadi menurutku harus ada peraturan yang jelas tentang distribusi BBM ini. Ibaratnya, masyarakat miskin masih boleh menggunakan premium ini.

Kendaraan bermotor sebetulnya punya standar penggunaan BBM. Pabrikan memiliki ketentuan jenis BBM yang bisa digunakan kendaraan tersebut. Tapi mengapa banyak mobil atau motor mewah yang menggunakan premium?

Benar, harganya lebih murah. Selisih antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000. Padahal, penggunaan premium ini banyak kekurangannya.

Lebih Boros

Premium memiliki angka RON 85. Makin rendah angka RON, makin cepat terbakar. BBM pun semakin cepat habis. Premium diperuntukkan untuk kendaraan dengan kompresi hingga 1:9. Jadi, menggunakan premium bukan berarti lebih hemat, lho.

Nggak Ramah Di Mesin

Aku nggak terlalu paham juga dengan mesin. Tapi dari pengakuan kakak dan bapak, mobil menggunakan premium suara mesinnya lebih kasar. Akan ada endapan di mesin yang bisa membuat knocking.

Mesin Harus Sering Diservice

Nah, ini akibat dari endapan di mesin bahwa mobil harus sering disservice. Nah, lho. ini kan artinya keluar uang lagi. Bahkan bisa jadi lebih mahal dari ‘penghematan’ memilih BBM premium tadi.

Biaya ekonomi-sosial pencemaran udara jauh lebih mahal daripada penghematan yang diraih individu dengan menggunakan BBM berkualitas jauh lebih rendah. Fabby Tumiwa  Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR).

Saat ini ada 7 negara yang masih menggunakan premium. Dan, Indonesia merupakan salah satunya. Padahal, Indonesia pernah menerapkan penghentian distribusi premium pada 2014 lalu lewat Perpres No 191 tahun 2014. Namun, kebijakan ini akhirnya dibatalkan.

Premium di Jambi

Saat ini sepengetahuanku masih banyak premium di Jambi. Di warung-warung eceran atau pertamini dengan mudah dijumpai. Jambi termasuk daerah yang berpotensi besar mengalami pencemaran udara akibat emisi kendaraan.

Jambi itu dilintasi jalur lintas Sumatera. Aku pun sering menjumpai ramainya kendaraan yang melintas. Kalau sedang perjalanan dari Bangko, Pamenang, Sarolangun, hingga Jambi bakal menemui kendaraan besar-besar. Biasanya kalau sedang mudik akan banyak kendaraan berplat pulau Jawa. Para pemudik itu biasanya ke Sumatera Barat, Medan, hingga Aceh. Jadi, saat musim lebaran, musim pula polusi udara.

Masyarakat nurut kepada pemerintah. Kalau memang nanti premium sudah tidak ada, masyarakat pun mau tidak mau beralih ke pertalite atau pertamax. Mungkin awal saja menolak. Lama-lama pasti mau juga.

Menurut Dr. Ardi sebagai kepala Dinas Lingkungan Hidup Jambi yang mengatakan bahwa di Jambi hanya ada 2 SPBU yang menyediakan premium perlu diapresiasi. Ke depan semoga bisa diperketat peraturan agar distribusi premium benar-benar khusus untuk masyarakat yang kurang mampu.

 

Menumbuhkan Kesadaran Masyarakat

Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan bahwa masyarakat harus punya paradigma baru tentang penggunaan BBM ramah lingkungan. Kalau bisa beli mobilnya, harus bisa beli BBM-nya pula.

Bener juga, mahal mana mobil sama BBM-nya? Kalau sayang sama mesin mobil, harus diisi dengan BBM yang ramah lingkungan dong. Pemakaian BBM yang sesuai dengan pabrikan selain mengawetkan mesin mobil juga akan membuat lingkungan semakin terjaga. 

 


 

Dari Direktur Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dasrul Chaniago kita tahu bahwa Indonesia termasuk tertinggal dalam penerapan kebijakan BBM. Negara lain sudah Euro 6, kita masih Euro 2. Indonesia akan menerakan Euro 4 tapi ditunda lantaran pandemi. Padahal seharusnya pandemi ini menjadi momentum agar kita bisa menerapkan Euro 4. Sebab masyarakat berkurang aktivitas di luar.

 

Kesimpulan

Masalah kebijakan BBM ini tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak saja. Kebijakan program Langit Biru harus dilakukan sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Edukasi tentang program Langit Biru harus terus digaungkan agar semakin banyak orang yang tahu. Termasuk melibatkan milenial karena merekalah yang kelak akan mengurusi negara ini.


 

Bumi yang kita tinggali akan diwariskan kepada generasi muda. Mari wariskan bumi kepada generasi masa depan berupa bumi yang hijau, asri, dan terjaga. Dengan berbagai kemampuan yang kita bisa. Menanamkan kepedulian menjaga bumi sejak saat ini juga. Termasuk dengan menyukseskan program Langit Biru untuk lingkungan yang terjaga.

 

Sumber gambar : aset canva

 


 

Posting Komentar